makalah metodologi studi akidah


MAKALAH METODOLOGI STUDI AKIDAH


OLEH :
ROZIAN HADI



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada awal tahun 1970-an berbicara mengenai penelitian agama dianggap tabu. Orang akan berkata : kenapa agama yang sudah begitu mapan mau diteliti ; agama adalah wahyu Allah. Sikap serupa terjadi di Barat. Dalam pendahuluan buku Seven Theories Of Religion dikatakan, dahulu orang Eropa menolak anggapan adanya kemungkinan meniliti agama. Sebab, antara ilmu dan nilai, antara ilmu dan agama ( kepercayaan ), tidak bisa disinkronkan.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al Qur’an dan Hadist, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Membahas tentang ilmu itu tidak akan ada habisnya, karena ilmu merupakan salah satu dari sifat utama Allah SWT dan satu-satunya kata yang dapat digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWT. Dalam membahas ilmu tersebut tidak terlepas dari yang namanya pendekatan, pengkajian, serta metodologi, ketiga kata-kata ini saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Setiap pembahasan dari suatu disiplin ilmu apalagi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya sangat membutuhkan pengkajian, pendekatan ataupun metodologi sehingga ilmu tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Apalagi ilmu yang berhubungan dengan agama Islam, agama yang diridhai Allah dan agama yang menjadi rahmatan lil ‘alamin,  hal ini sesuai dengan kelima ayat Alqur’an dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni surah Al-‘Alaq ayat 1-5 yang menjelaskan bahwa ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat penting.
Sebagian ahli menerangkan bahwa perkembangan ilmu dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang  ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam menghadapi suatu situasi dimana mereka hidup, menurut pendekatan ini hadirnya Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh Nabi Muhammad.
Padahal, di sisi lain ilmu keislaman mengemban tugas penting, yakni bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar umat Islam dapat berperan aktif dan tetap survive di era globalisasi. Dalam konteks ini Indonesia sering mendapat kritik, karena dianggap masih tertinggal dalam melakukan pengembangan kualitas manusianya. Padahal dari segi kuantitas Indonesia memiliki sumber daya manusia melimpah yang mayoritas beragama Islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Metodologi Studi Akidah ?
2.      Apa Manfaat Metodologi ?
3.      Apa Studi Akidah ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Pengertian Metodologi Studi Akidah.
2.      Mengetahui Manfaat Metodologi.
3.      Mengetahui Studi Akidah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Metodologi Studi Akidah
Menurut bahasa (etimologi),  metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta(sepanjang), hodos (jalan). Jadi,  metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut istilah “metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni metodhos dan logos,methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang berkaitan dengan upaya menyelsaikan sesuatu, sementara logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodologi adalah metode atau cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.
Metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu, metode kognitif yanbetul untuk mencari kebenaran adalah lebih penting dari filsafat, sains, atau hanya mempunyai bakat.
Louay safi mendefinisaikan metodologi sebagai bidang peenelitian ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan tentang metode-metode yang digunakan dalam mengkaji fenomena alam dan manusia atau dengan kata lain metodologi adalah bidang penelitian ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan aturan-aturan, prosedur-prosedur sebagai metode ilmiah.
B.     Manfaat Metodologi
Untuk memahami Islam (menggali ajaran Islam) secara substantive sehingga ajaran Islam mampu menjadi solusi alternative dalam segala situasi dan kondisi (shalih li kulli zaman wa makan). Pentingnya Metodologi sebagai faktor fundamental dalam renaissans, bahkan dikatakan yang menyababkan stagnasi dan kemajuan adalah bukan karena ada atau tidaknya orang jenius, melaikan karena metode penelitian dan cara melihat sesuatu.
Maka metode yang tepat adalah masalah pertama  yang harus diusahakan dalam berbgai cabang ilmu pengetahuan. Sehingga menurut Mukti Ali, Metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu.
Oleh karena itu, metode memiliki peranan sangat penting dalam kemajuan dan kemunduran. Demikian pentingnya metodologi ini, Mukti Ali mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi dan masa kebodohan atau kemajuan bukanlah karena ada atau tidak adanya orang-orang yang jenius, melainkan karena metode penelitian dan cara melihat sesuatu. Untuk melihat ini kita dapat mengambil contoh yang terjadi pada abd keempat belas, lima belas dan enam belas Masehi. Aristoteles (384-322 SM.) sudah barang tentu jauh lebih jenius dari Francis Bacon (1561-1626)[10]; dan Plato (366-347 SM.) adalah lebih jenius dari Roger Bacon[11] (1214-1294). Pertanyannya apakah yang menyebabkan dua orang Bacon itu menjadi faktor dalam kemajuan sains, sekalipun kedua orang itu jauh lebih rendah jeniusnya dibandingkan dengan Plato atau Aristoteles, sedangkan orang-orang jenius itu tidak bisa membangkitkan Eropa abad pertengahan, bahkan menyebabkan  stagnasi dan kemandegan? Dengan perkataan lain, mengapa orang-orang jenius menyebabkan kemandegan dan stagnasi di dunia, sedangkan orang-orang biasa saja dapat membawa kemajuan-kemajuan ilmiah dan kebangkitan rakyat? Mukti Ali menjawab sebabnya adalah karena orang-orang yang biasa-biasa saja itu menemukan metode berpikir yang benar dan utuh, sekalipun kecerdasaanya biasa, mereka dapat menemukan kebenaran. Sedangkan pemikir-pemikir jenius yang besar, apabila tidak mengetahui metode yang benar dalam melihat sesuatu dan memikirkan masalah-masalahnya, maka merka tidak akan dapat memanfaatkan kejeniusannya. 
Selain itu penguasaan metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sebaliknya mereka yang tidak menguasai metode hanya akan menjadi konsumen ilmu, dan bukan menjadi produsen. Para lulusan Perguruan Tinggi Islam, khususnya pada jenjang strata 1 masih dinilai lemah dalam menguasi metodologi. Hal demikian terlihat pada saat yang bersangkutan menulis karya ilmiah semacam skripsi. Keadaan tersebut antara lain disebabkan karena metode penyajian kuliah lebih banyak menempatkan mahasiswa pada posisi pasif. Mereka hanya diperintahkan datang, mencatat, memahami, dan menghafal. Sedangkan kegiatan yang mendorong mereka membaca, menelaah, dan meneliti dengan menggunakan metode tertentu kurang dilatih.


C.    Studi Akidah
Di kalangan para ahli masih terdapat perdebatan di sekitar permasalahan apakah studi akidah (agama) dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Amin Abdullah mengatakan jika penyelanggaraan dalam penyampaian Islamic Studies  atau  Dirasah Islamiyah  hanya mendengarkan dakwa keagamaan di dalam kelas,  lalu apa bedanya dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah ramai diselenggrakan di luar bangku kuliah? Meresponi sinyalemen tersebut, menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesuliatn pengembangan scope wilayah kajian Islamic Studies  atau Dirasah Islamiyah berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan antara yang normativitas dan historisitas. Pada dataran normativitas kelihatan Islam kurang pas untuk dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untuk dataran historisitas tampaknya tidaklah salah.
Pada dataran normativitas studi akidah agaknya masih banyak terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat memihak, romatis, dan apologis, sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.
Dengan demikian secara sederhana dapat ditemukan jawabannya bahwa dilihat dari segi normatif sebagaiman yang terdapat dalam Al Qur’an dan Hadist, maka Islam lebih merupakan agama yang tidak dapat diberlakukan kepadanya pradigma ilmu pengetahuan, yaitu pradigma analitis, kritis, metodologis, historis, dan empiris. Sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romatis, apologis, dan subjektif, sedangkan jika dilihat sagi histori, yakni Islam dalam arti yang dipraktikan oleh manusia serta tumbuhan dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Keislaman atau Islam Studies.
Ketika akidah dilihat dari sudut normatif, Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan muamalah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut historis atau sebagaimana yang tmapak dalam masyarakat, Islam tampil sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic Stuies).
Selanjutnya, studi akidah sebagaimana dikemukakan di atas berbeda pula dengan apa yang disebut sebagai sains Islam. Sains Islam sebagaimana dikemukakan Hussein Nasr adalah sains yang dikembangkan oleh kaum Muslimin sejak abad Islam kedua, yang keadaannya sudah tentu merupakan salah satu pencapaian besar dalam peradaban Islam. Selama kurang lebih 700 tahun, sejak abad kedua hingga kesembilan Masehi, peradaban Islam mungkin merupakan peradaban yang paling produktif dibandingkan peradaban mana pun di wilayah sains, dan sains Islam beradapada garda depan dalam berbagai kegiatan, mukai dari kedokteran sampai astronomi.
Dengan demikian sains Islam mecakup berbagai pengetahuan modern seperti kedokteran , astronomi, matematika, fisika dan sebagainya yang dibangun atas arahan nilai-nilai Islami. Sementara studi Islam adalah pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktikan dalam sejarah dan kehidupan manusia, sedang pengetahuan agama adalah pengetahuan yang sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya secara murni tanpa dipengaruhi sejarah, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, membaca Al Qur’an dan akhlak.
Dari tiga kategori ilmu keislaman tersebut, maka muncullah apa yang dikenal dengan Madrasah Diniyah, yaitu lembaga pendidikan yang secara khusus mengajarkan pengetahuan agama; Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, dan Institut Agama Islam yang di dalamnya diajarkan studi Islam yang meliputi Tafsir, Hadist, Teologi, Filsafat, Tasawuf, Hukum Islam, Sejarah Kebudayan Islam dan Pendidikan Islam. Kemudian muncul pula Universitass Islam yang id dalamnya diajarkan berbagai ilmu pengetahuan modern yang berbuasa Islam yang selanjutnya disebut Sains Islam.











DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abudin. 2003. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hakim, Atang Abdul dan Jaih Mubarok. 2000. Metodologi Studi Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Abdullah, Yatimun. 2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Sinar Grafika.
Madjid, Nurcholish. 1995. Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina.

Jujun S. Suriasumantri. 2005. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Posting Komentar

0 Komentar